Nikmat Mana Lagi yang Kau Dustakan?

Lalu nikmat-Ku mana lagi yang kamu dustakan? Berulang kali disebutkan dalam surat Ar-rahman. Mengisyaratkan betapa kita seringkali lupa atau sengaja melupakan hal yang bahkan sekecil apa pun yang berkenaan dengan diri kita, itu sebenarnya adalah nikmat-Nya untuk kita. Merasa semakin haus akan kelimpahan kenikmatan seakan meminum air laut yang mana semakin banyak akan menjadikan tenggorokan orang yang meminumnya semakin haus. Bukan bersyukur yang kadang kita panjatkan, namun keluh kesa yang kita umbar guna menuruti hawa kerakusan akan semuanya. Kita selalu mendongak ke kemegahan hidup, pangkat, dan kegelimangan harta tanpa pernah tersadarkan bahwa kita perlu melihat ke bawah jikalau ada batu yang kapan pun bisa terantukkan kaki kita, terhuyung dan jatuh.
Kita harus bisa berubah dan mengubah diri ke arah yang lebih baik. Kita harus mampu berubah dari hal yang tidak saja jelek namun juga “biadab” tanpa menunggu datangnya teguran bahkan bencana pada diri kita. Moment perubahan bukanlah sebuah monopoli bagi mereka yang terhuyung ke atas dari atas kursi kenikmatan dan kemegahan. Siapa dan dalam keadaan apa pun punya hak yang sama atas hal itu.
Ketika kita telah menyadari bahwa perubahan merupakan hak individu yang dimana dan kapan pun dapat diejawantahkan, maka seberapa besar perubahan yang harus kita awali menjadi pertanyaan berikutnya. Perubahan dengan cepat atau revolusi sangatlah populer, dari tataran individual hingga level sebuah hukum ketatanegaraan. Perubahan untuk tidak merokok contohnya, beberapa orang memaksakan untuk merubahnya dengan cepat. Atau bahkan seperti yang pernah didengungkan keseluruh corong penjuru tanah air kita yang digemakan dengan kobaran jiwa semangat perubahan oleh sang proklamator kita. Di lain sisi perubahan sedikit demi sedikit, atau secara bertahap dari menghindari sesuatu yang bisa dirubah terlebih dahulu sembari terus berupaya untuk merubah seluruhnya (evolusi). Bahkan seperti kita ketahui bersama, bahwa Al-qur’an dalam memberikan hukum bahwa khomr (sejenis minuman keras/memabukkan) itu haram terdapat banyak tahapan awal (initiating steps). Dari kedua cara tersebut terdapat sisi kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Revolusi dan evolusi mempunyai tujuan yang sama yakni perubahan itu sendiri. Keberhasilan dari niat untuk berubah dengan cara yang mana pun akan bergantung pada passion (keinginan besar) untuk senantiasa meningkatkan berubah ke arah yang berubah. Ekstraksi niat dalam sebuah tindakan, pemikiran, atau pun konsep baru akan menjadi starting point yang penting. Sebuah niat yang teramat baik hanya akan membusuk di dalam jiwa di tengah keganasan perkembangan jaman bilamana kita tidak tahu dan tidak mau tahu bagaimana untuk merubahnya. Hanya keinginan yang besarlah yang mampu melakukan perubahan. Disebutkan dalam ayat suci Al-qur’an bahwa “Allah tidak akan merubah suatu kaum, hingga ia merubahnya sendiri.” Jadi kita lah yang harus memulainya, bukan orang lain.
Evaluasi. Satu kata itu yang seringkali orang lupakan dan tidak sadari betapa pentingnya untuk memberi penilaian apakah perubahan yang telah dimulainya akan tepat menuju ke jantung sasaran, haruskah ada koreksi sebelum berhenti di tempat yang justru salah dan memberikan kerugian, berjalan sesuai dengan rencana dan on the right path.