Disposisi Mahasiswa Matematika di Perguruan Tinggi

Makalah ini menganggap disposisi para mahasiswa terhadap matematika di perguruan tinggi dalam program matematika. Disposisi itu dipandang sebagai satu ukuran dari sikap mahasiswa terhadap matematika dan keyakinan mereka tentang matematika. Pengajaran matematika yang efektif tidak hanya semata mengajarkan konsep-konsep dan prosedur-prosedur matematika: dan juga membantu para mahasiswa untuk mengembangkan disposisi mereka terhadap matematika. Satu komponen penting dalam penyusunan ulang dari program di universitas penulis merupakan satu pemahaman akan disposisi dan sikap para mahasiswa terhadap matematika. Kajian ini terfokus pada keyakinan dan sikap para mahasiswa terhadap tingkat perguruan tinggi. Para mahasiswa dari berbagai program matematika menjadi objek survei. Beberapa variable, seperti jurusan akademil, latar belakang matematika dan jender digunakan untuk mengklasifikasi para mahasiswa yang disurvei. Sikap awal para mahasiswa dinilai dan perubahan-perubahan dalam sikap mereka diindentifikasi selama program sepanjang satu semester.


1.      Pendahuluan
Selama empat puluh tahun berlalu, para pengajar matematika dan para ahli matematika telah menyadari pentingnya sikap para mahasiswa terhadap matematika. Sikap para mahasiswa terhadap matematika memainkan satu peranan penting dalam pembelajaran dan instruksi yang terjadi di dalam dan di luar ruang kuliah. Kajian dalam satu keragaman program matematika di UNC Charlotte disurvei selama program satu semester.
Badan Nasional Guru Matematika telah menekankan akan perlunya untuk memikirkan afektif sebagaimana isu tentang koginitif dalam perencanaan, pengimplementasian dan penilaian pengajaran matematika yang efektif. Standar Kurikulum dan Pendidikan untuk Matematika di Sekolah (1998) [1] menekankan akan perlunya para guru untuk meningkatkan dan meninlai disposisi matematis para siswanya. Menurut dokumen tersebut, ‘disposisi tidak sekedar merujuk pada sikap-sikap namun pada satu tendensi untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang benar’ (hal. 23). Keyakinan, ketekunan dan ketertarikan semuanya merupakan indicator bagi disposisi para siswa. Standard Profesional untuk Pengajaran Matematika (1991) [2] menekankan pada peranan guru dalam perkembangan sikap yang positif terhadap matematika. Menurut dokumen tersebut, penting bahwa para guru menjadi contoh disposisi terhadap matematika dan menunjukkan nilai matematika sebagai suatu cara untuk berpikir. Lebih dari itu, mereka harus memberikan satu lingkungan pembelajaran yang memfasilitiasi dan menguatkan fleksibilitas para siswa dalam berpikir, daya untuk menemukan (inventif), ketekunan dan keyakinan diri dalam mengerjakan matematika (hal. 140).
Dalam Everybody Counts (1989) [3] Badan Penelitian Nasional menekankan akan pentingnya perubahab sikap dan keyakinan tentang matematika. Dokumen ini juga menjadikan satu argument yang kuat untuk kebutuhan menyusun ulang pendidikan matematika tingkat sarjana.
Dengan hampir 50 persen dari para guru di sekolah yang keluar setiap tujuh tahun, hal ini mungkin untuk membuat perubahan-perubahan yang signifikan dalam cara matematika sekolah diajarkan secara sederhana dnegan mengtransformasikan matematika tingkat sarjana untuk merefleksikan harapan-harapan baru untuk matematika. Matematika tingkat sarjana merupakan jembatan antara penelitian dan sekolah serta memegang kekuatan untuk penyusunan ulang dalam pendidikan matematika (3, hal. 41).
Dalam konteks penyusunan ulang ini, Jurusan Matematika di UNC Charlotte telah melakukan beberapa inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran para siswa dan instruksi di dalam kelas. Pengajaran matematika yang efektif tidak hanya sekedar pengajaran konsep-konsep dan prosedur-prosedur matematis semata. Pengajaran matematika juga harus membantu para siswa untuk mengembangkan disposisi mereka terhadap matematika. Satu komponen penting dalam penyusunan ulang program di Charlotte merupakan satu pemahaman akan disposisi dan sikap dari para mahasiswa. Kajian ini terfokus pada keyakinan dan sikap para mahasiswa di tingkat perguruan tinggi. Para mahasaiswa dari berbagai program matematika disurvei. Beberapa variable, seperti jurusan akademil, latar belakang matematika dan jender digunakan untuk mengklasifikasi para mahasiswa yang disurvei. Sikap awal para mahasiswa dinilai dan perubahan-perubahan dalam sikap mereka diindentifikasi selama program sepanjang satu semester.

2.      Latar Belakang Teori
Seringkali sulit untkk memisahkan penelitian pada keyakinan dengan penelitian pada sikap. Tanpa satu kerangka teoretis untuk menyusun dan menganalisa isu dan hasil, banyak para peneliti telah menggabungkan semua penelitian pada isu-isu yang efektif ke dalam ruang lingkup sikap. Dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir para peneliti yang memfokuskan pada permasalahan penelitian afektif telah mengetahui kebutuhan satu kerangka teoretis. Para peneliti dalam pemecahan masalah matematis telah mengawali perkembangan dari satu kerangka.
Berdasarkan pada [4] satu kerangka teoretis untuk penelitian dalam pemecahan permasalahan matematis seharusnya melibatkan empat faktor: (a) jarak dan arah emosi; (b) durasi emosi; (c) tingkat kesadaran; dan (d) tingkat kontrol emosi. Dalam artikel survei-nya [5] McLeod menunjukkan satu kerangka untuk penelitian yang menyusun ulang bidang tersebut ke dalam tiga wilayah utama: keyakinan, sikap dan emosi. Tiga kategori tersebut berbeda dalam kestabilan akan respon yang semua itu representasikan, pada tingkat intensitas dari perasaan yang semua itu deskripsikan, pada tingkat yang mana kognisi memainkan satu peranan dalam respon tersebut dan dalam waktu yang mana semua itu kembangkan. Keyakinan merupakan ‘kognitif terbesar yang ada dan dikembangkan dalam kurun waktu yang panjang’ (hal. 579). ‘Sikap merujuk pada respon-respon afektif yang melibatkan perasaan-perasaan positif dan negatif dari intensitas yang moderat dan stabilitas yang beralasan’ (hal. 581). Emosi ‘dapat melibatkan penilaian kognitif kecil dan dapat nampak dan menghilang dengan lebih cepat’ (hal. 579).
Penelitian pada keyakinan dapat dicirikan dengan objek dari keyakinan para mahasiswa: keyakinan akan matematika, keyakinan pada mereka sendiri, keyakinan akan pengajaran matematika dan keyakinan akan konteks sosial dari matematika. Survei kita melibatkan  item-item yang mengarah pada keyakinan para mahasiswa akan matematikan dan pada mereka sendiri. Kita juga menggunakan item-item yang merujuk para sikap para mahasiswa terhadap matematika dan terhadap mereka sendiri sebagai pengguna dan orang yang belajar matematika.
Penelitian pada isu-isu afektif telah dilakukan di tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Kajian-kajian pada tingkat perguruan tinggi telah terfokus pada keragaman kelompok para mahasiswa, termasuk para guru matematika pra-jabatan [6], [7], mahasiswa dalam program survei [8], jurusan bisnis [9], dan para mahasiswa pra-kalkulus [10]. Selain itu, para peneliti telah terfokus pada sikap yang terkait dengan wilayah matematika tertentu, seperti penggunaan komputer [11-14]. Sedangkan sebagian bersar mahasiswa yang lainnya berkaitan dengan sejumlah kecil mahasiswa, terdapat satu kajian nasional dan internasional yang telah memberikan laporan pada perilaku mahasiswa pra-perguruan tinggi terhadap matematika [15, 16].

3.      Metode
a.      Subjek
Survei Disposisi Matematika diberikan pada 423 mahasiswa di universitas di semester musim guru 1989. Survei awal tersebut diberikan selama satu minggu kelas dan satu survei lanjutan dilakukan selama dua minggi terakhir di semester tersebut. Terdapat beberapa pengurangan karena perubahan-perubahan bagian, penarikan dan absensi pada tanggal dimana dilakukan survei, hal itu sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, kita mempunyai 268 mahasiswa yang berpartisipasi dalam survei lanjutan dan 182 mahasiswa yang berpartisipasi pada kedua survei tersebut. Hal ini menghasilkan kesempatan untuk menentukan perubahan dalam keyakinan dan sikap masing-masing individu selama program satu semester. Tidak semua mahasiswa merespon semua pertanyaan yang diberikan.
Secara khusus kita tertarik pada para mahasiswa kalkulus dan para mahasiswa dalam program matematika kita untuk para guru sekolah dasar. Secara umum, kita ingin membandingkan sikap mereka terhadap para mahasiswa matematika. Jurusan kita sedang dalam proses untuk mengevaluasi dan merevisi rangkaian kalkulus dan rangkaian untuk guru sekolah dasar, yang merupakan rekomendasi dari organisasi profesional, seperti NCTM dan Asosisasi Matematis di Amerika.
Data dikumpulkan dari satu spektrum program matematika yang luas. Kita melakukan survei program pelayanan dasar untu Bisnis, Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Termasuk di dalamnya Matematika Bilangan Terbatas, Kalkulus dengan Penerapan dan Statistik. Kita juga melakukan survei rangkaian Kalkulus-Pra-Kalkulus, Kalkulus I, II, dan III dan Persamaan Differensial—dan Matematika utama. Selain itu, kita juga melakukan survei pada program untuk ketekunan para guru sekolah dasar—Matematika untuk para Guru Sekolah Dasar I dan II, dan Pemecahan Permasalahan Pengajaran Menggunakan Komputer dan Kalkulator. Data-data tersebut berasal dari 20 bagian program berbeda yang diajarkan dalam semester musim gugur, 1989. Kita menggunakan program-program yang diambil dari para mahasiswa yang hanya ikut satu atau dua program matematika dalam karir perguruan tinggi mereka, sama halnya dengan program-program yang diambil dari para mahasiswa yang akan mengambil banyak program matematika. Semua tingkat mahasiswa di perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam survei tersebut (lihat tabel 1).
Untuk beberapa analisis kita telah membagi hasil kita ke dalam empat kelompok. Kelompok I terdiri dari para mahasiswa dalam rangkaian program kita; Kelompok II terdiri dari para mahasiswa dalam rangkaian kalkulus kita; Kelompok III terdiri dari para mahasiswa dalam rangkaian matematika kita untuk para guru sekolah dasar; dan Kelompok IV terdiri dari semua selain hal yang sudah disebutkan. Kelompok tersebut sama-sama eksklusif.

b.      Instrumen
Satu salinan dari survei tersebut nampak dalam Lampiran A. Terdapat 36 item sikap dan beberapa item demografik. Item-item demografik tersebut terdiri dari:
(1)   kelas,
(2)   mata kuliah,
(3)   apakah ingin mendapatkan sertifikasi guru atau tidak,
(4)   para mahasiswa yang mengulang program,
(5)   jam yang digunakan di luar sekolah,
(6)   alasan untuk ikut program tersebut,
(7)   jender, dan
(8)   pengalaman matematika sebelumnya.
Item-item sikap dipilih dari Kajian Matematika Internasional Kedua yang dilakukan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Pencapaian Pendidikan [15]. Kita memilih item-item tersebut yang merujuk aspek-aspek keyakinan dan sikap para mahasiswa terhadap matematika seperti terlihat berikut ini:
(1)   matematika di sekolah,
(2)   matematika sebagai satu proses,
(3)   matematika dan saya sendiri, dan
(4)   kalkulator.
Pada musim panas tahun 1989, survei sikap awal diberikan untuk beberapa bagian mahasiswa matematika. Sebagai hasil dari tes ini, kita mengeliminasi beberapa item. Satu dasar untuk perubahan tersebut merupakan satu analisis faktor  yang dihasilkan dari data awal. Analisis faktor ini yang menunjukkan dua faktor utama yang menjelaskan hampir 25% dari variablitas sikap. Pertanyaan-pertanyaan yang nampak berlebihan dihapus, sama halnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang nampak disalah interpretasikan oleh para mahasiswa.
Satu analisis faktor dari survei yang direvisi juga menunjukkan dua faktor utama yang menjelaskan 29% variabilitas. Semua pertanyaan mempunyai korelasi sedang hingga tinggi dengan satu dari dua faktor tersebut. Item-item yang berhubungan dengan dua faktor tersebut berada dalam kategori keyakinan dan sikap. Satu faktor itu merupakan satu respon emosional terhadap matematika. Faktor ini terhitung 22% dari variabilitas. Respon yang termasuk ke dalam faktor ini merupakan item-item seperti ‘Saya pikir matematika itu asyik’ dan ‘Ini menakutkanku untuk ikut kelas matematika’. Item-item ini dan item lainnya mengharuskan mahasiswa untuk membuat beberapa reaksi emosional terhadap matematika—suka, tidak suka, takut, nyaman. Faktor ini paling baik dideskripsikan sebagai sikap tentanng matematika berdasarkan pada  kerangka dari McLeod, [5]. Faktor kedua dapat paling baik dideskripsikan sebagai satu respon logis terhadap matematika—sedangkan seseorang mungkin tidak suka program atau mata kuliah tersebut, mahasiswa yakin bahwa ini penting dan harusnya diambil. Item-item ini butuh sedikit respon emosional. Item-item teresebut masuk ke dalam kategori dari keyakinan tentang matematika dan keyakinan tentang diri.
Dalam melaporkan hasil dari survei ini, beberapa hasil diberikan dalam dasar pertanyaan-per-pertanyaan. Meskipun, dalam melaporkan disposisi, yakni keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap para mahasiswa, kita merasa bahwa akan lebih bermanfaat untuk mempunyai skor total.
Itu merupakan praktek standar untuk menggunakan skor keseluruhan, meskipun faktor-faktor ortogonal itu diidentifikasikan. Sebagai contoh, tes inteligensia Wechsler yang sangat terkenal mengidentifikasi dua faktor utama dan satu faktor minor. Kita yakin bahwa semua faktor yang diidentifikasi itu dikaitkan dengan keseluruhan disposisi terhadap matematika.
Dalam survei ini, kita tidak mengontrol keyakinan dan sikap para guru, atau kualitas datau metode instruksi. Nampak jelas bahwa ini merupakan satu pemikiran yang penting. Sikap dari seorang guru dan metode instuksi yang digunakan dalam satu program khusus dapat mempunyai satu efek yang besar pada sikap mahasiswa—khususnya sikap lokal, atau sikap para mahasiswa untuk semester tersebut [7, 17]. Hal ini nampak menjadi satu area matang untuk penelitian selanjutnya guna memperluas apa yang telah dilakukan sebelumnya.

c.       Analisis hasil
Para mahasiswa diminta untuk mengindikasikan program-program yang mereka telah selesaikan dari satu daftar sekolah menengah dan program perguruan tinggi. Skor untuk pengalaman dihitung dari daftar ini dengan menjumlahkan satu respon afirmatif untuk program yang diambil 1 dan satu respon negatif 0. Ini memberikan satu cakupan dari 0 hingga 11 untuk pengalaman dengan matematika—sedari ini disebut dengan PENGALAMAN.
Pertanyaan 12 hingga 47 dalam kuesioner (lihat Lampiran A) merupakan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk menentukan disposisi para mahasiswa terhadap matematika. Dalam menghitung skor total untuk disposisi kita menghitung jumlah respon untuk 36 item—dengan memilih (a) ketika 0 dan (e) ketika 4. Hal ini dimodifikasi untuk memperhitungkan item-item tersebut yang disebutkan di dalam satu cara bahwa satu respon setuju akan mengindikasikan satu disposisi negatif. Kita membalik skor pada item-item tersebut. Oleh karena itu kita telah menyusun skor ini sehingga satu skor yang lebih tinggi menggambarkan satu disposisi yang lebih positif terhadap matematika.
Terdapat buktu untuk mengindikasikan bahwa skor total semacam itu valid. Pertama, analisis faktor menunjukkan bahwa terdapat satu hubungan antara semua item tersebut. Kedua, koefisien a adalah 0,87, yang mengindikasikan satu realibilitas dan konsistensi yang tinggi. Nilai a ini merupakan ukuran dari reabilitas yang mencari korelasi dari masing-masing setengah bagian yang mungkin dari tes tersebut dengan setengah lainnya dan kemudian rata-rata korelasi tersebut. Nilai dari a yang hampir senilai dengan 1 mengindikasikan bahwa item-item tes itu mengukur satu komponen yang sama, oleh karen itu satu nilai a dari 0,87 berarti bahwa terdapat konsistensi dari pengukuran diantara item-item tersebut.
Untuk menganalisa perbedaan-perbedaan dalam respon dari para mahasiswa dengan pertanyaan-pertanyaan individual maka tes pangkat chi digunakan. Dalam Lampiran B satu tanda bintang mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan dalam disposisi oleh jender, pengalaman matematika utama atau sebelumnya. Banyak pertanyaan menunjukkan perbedaan-perbedaan yang signifikan. Para mahasiswa dipisah ke dalam tiga tingkat pengalaman yang berbeda—tinggi, sedang dan rendah. Satu perbedaan signifikan untuk pengalaman diindikasikan ketika terdapat satu perbedaan signifikan antara paling tidak dua dari tiga tingkatan tersebut. Sebagai contoh, terdapat perbedaan-perbedaan signifikan baik pada survei awal ataupun lanjutan untuk Pertanyaan 36—Ini menakutkanku untuk ikut kelas matematika. Perbedaan-perbedaan signifikan ditemukan ketika para mahasiswa dikelompokkan berdasarkan jender, mata kuliah dan pengalaman.
Skor tertinggi yang mungkin untuk disposisi dalam survei, yakni disposisi yang paling positif, adalah 144 dan skor terendah yang mungkin, yakni disposisi paling negatif adalah 0. Skor total aktual adalah 93,84 dengan standar deviasi 15,99. Pada survei lanjuta skor tersebut berkisar dari 32 hingga 131, dengan mean 97,28 dan standar deviasi 16,52.
Beberapa tes dilakukan pada skor disposisi total. Untuk membandingkan dua kelompok, maka uji t digunakan; untuk variabel-variabel dengan lebih dari dua kategori, maka analisis varian dilakukan. Dalam semua tes statistikal, satu tingkatan signifikan senilai 0,05 digunakan. Dalam banyak kasus, tingkat signifikansi yang diobservasi (atau nilai p) dilaporkan. Kriteria untuk signifikansi itu adalah nilai p apa pun yang kurang dari 0,05.
Benar bahwa banyak tes yang baik dilakukan dan terdapat beberapa kesalahan Tipe I dalam set data. Di sisi lain, angka yang ada dari tes yang dilakukan banyak yang tidak signifikan dibandingkan dengan yang terjadi dengan sendirinya, dengan mengukur tingkat kesalahan a = 0,05. Juga terdapat tes dalam variabel-variabel yang berbeda. Glantz dan Slinker [18] mendiskusikan berapa banyak dari tes signifikansi seharusnya di satukan dalam tingkat kesalahan. Dalam konteks tes pangkat chi digunakan dalam satu cara deskriptif dan digunakan untuk menempatkan pertanyaan-pertanyaan dengan perbedaan terbesar pada pola respon. Kita akan mengetahui bahwa a = 0,05 itu valid.

d.      Analisa survei lanjutan
Dalam membedakan hasil dari survei yang dilakukan pada awal semester dan survei lanjutan pada akhir semester terdapat sejumlah hasil yang menarik.
Terdapat satu peningkatan yang secara statistik signifikan dalam disposisi selama semester dengan satu peningkatan rata-rata senilai 3,31 poin yang menghasilkan statistik t senilai 3,79 dan p <0,01. Dalam membandingkan hasil-hasil tersebut, skor ubah dihitung dengan mengurangi skor pada survei wala dari skor pada survei lanjutan. Skor tersebut berkisar dari -75 hingga +42. Mean dari semua skor tersebut adalah 3,31 dengan standar deviasi senilai 11,79.
Korelasi antara dua survei itu adalah 0,73, yang mengindikasikan bahwa para mahasiswa yang mengawali dengan satu disposisi yang lebih positif cenderung untuk tetap menghasilkan disposisi yang lebih positif dan para mahasiswa yang mengawali dengan satu disposisi lebih negatif cenderung utnuk tetap menghasilkan disposisi negatif.
Skor ubah tersebut diinvestigasi berdasarkan jender, kelas, mata kuliah, rangkaian program, alasan untuk mengikuti program dan apakah seseorang bekerja untuk sertifikasi pengajaran Carolina Utara. Skor ubah itu tersebut hanya untuk 182 mahasiswa. Dua pendekatan berbeda diambil yang memberikan hasil yang sama secara esensial. Pendekatan pertama itu untuk mengkategorikan skor ubah menjadi NEGATIF, AGAK POSITIF dan SANGAT POSITIF. Analisis pangkat chi dilakukan untuk melihat hubungan diantara kategori-kategori tersebut. Pendekatan kedua adalah untuk menghitung skor ubah mean untuk masing-masing kategori dan uji ­t atau analisis varian itu dilakukan.
Terdapat perbedaan-perbedaan signifikan berdasarkan dengan jender dan mata kuliah. Kita juga menemukan perbedaan-perbedaan signifikan dalam tiga dari empat kelompok ururtan program. Tidak terdapat perbedaan-perbedaan yang signifikan berdasarkan rangkaian kalkulus, kelas, atau apakah mahasiswa mengulangi program itu atau tidak.

4.      Hasil
a.      Hasil survei pertama
(1)   Disposisi berdasar jender
Mahasiswa laki-laki berhasil hampir 44% dari sampel kita dan mahasiswa perempauan hampir 56%. Untuk beberapa pertanyaan, terdapat satu pola jelas dari mahasiswa laki-laki yang menunjukkan lebih positif dari pada mahasiswa perempuan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dinilai dnegan + dalam Lampiran B. Sebagai contoh Pertanyaan 36 (Ini menakutkanku untuk ikut kelas matematika) menunjukkan satu polah jelas dari satu respon yang lebih positif untuk mahasiswa laki-laki dari pada perempuan (lihat tabel 2).
Pada beberapa pertanyan, pola dari perbedaan respon itu dicampur. Sebagai contoh, hal ini dapat menunjukkan lebih banyak perempuan dari pada laki-laki yang merespon dengan persetujuan yang kuat (lebih positif) namun juga lebih banyak perempuan dari pada laki-laki yang merespon dengan ketidaksetujuan yang kuat (lebih negatif), sedangkan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan berada di posisi sedang/menengah atau kategori yang tidak diputuskan. Item-item tersebut dinilai pada Lampiran B dengan  tambahan subscript. Pertanyaan 34 (Saya merasa baik ketika saya memecahkan permasalahan matematika sendiri) menunjukkan satu respon campuran (lihat tabel 3). Meskipun lebih banyak perempuan yang sangat setuju dengan pernyataan tersebut, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan yang memilih respon ‘agak setuju.’
Secara keseluruhan, laki-laki mempunyai pengalaman yang lebih banyak dalam hal matematika dan disposisi matematika yang lebih positif dibandingkan dengan perempuan. Gambar 1 mengindikasikan bahwa laki-laki mempunyai disposisi yang lebih positif dan bahwa mereka mempunyai pengalaman yang lebih signifikan untuk masing-masing kelas—Freshman, Sophomores, Junior, Senior dan lainnya. Kategori Lain melibatkan mahasiswa yang sudah lulus, mahasiswa khusus, mahasiswa tingkat dua dan lain-lainnya yang tidak terdapat dalam empat klasifikasi awal. Hal ini mungkin telah dihipotesiskan bahwa terdapat lebih banyak laki-laki di kelas atas dari pada perempuan, oleh karena akan menyebabkan pengalaman bagi laki-laki menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, kita melihat bahwa perempuan menyelesaikan sekitar 60% dari kelas-kelas di atas tingkat freshman. Secara khusus hal ini melibatkan semua kelas matematika tingkat atas yang dilakukan survei. Hal ini mungkin menjadi permasalahan bahwa persentase perempuan lebih tinggi dalam program tingkat atas karena mereka nampak ingin keluar dari program matematika hingga akhirnya karir perguruan tinggi. Kita mencatat bahwa kebanyakan mahasiswa dalam matematikan untuk para guru sekolah dasar adalah perempuan dan tidak ada diantaranya yang merupakan freshman.

(2)   Disposisi berdasarkan mata kuliah
Kita menemukan perbedaan-perbedaan berdasarkan mata kuliah di banyak pertanyaan—26 hingga 37 pada survei awal dan 14 dari 37 pertanyaan di survei lanjutan. Ilmu Pengetahuan Sosial dan mata kuliah Kemanusiaan mempunyai disposisi yang lebih negatif dari pada mata kuliah lainnya. Sebagaimana seseorang akan berharap, para mahasiswa yang jurusannya Ilmu Matematika mempunyai skor disposisi total yang paling positif. Data-data tersebut dirangkum ke dalam tabel 5.

(3)   Disposisi berdasar pengalaman
Untuk membuat table pangkat chi, variabel pengalaman dikategorikan menjadi tinggi, sedang atau rendah. Lampiran B menunjukkan perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam disposisi dan  tiga tingkatan pengalaman. Perbedaan-perbedaan signifikan baik itu positif, yakni para mahasiswa dengan jumlah pengalaman yang meningkat mempunyai disposisi yang lebih menarik, atau campur. Kategori campur di sini mempunyai makna yang sama sebagaimana kategori tersebut pada variabel jender.
Dengan menggunakan tiga kategori yang sama, terdapat satu perbedaan yang signifikan di seluruh disposisi keseluruhan dengan tingkatan pengalaman yang berbeda (tabel 6). Analisis varian menghasilkan F = 20,72 (p <0,0001) dengan R2 = 0,188. Tiga tingkatan tersebut itu berbeda secara signifikan dari satu sama lainnya.
Dengan membandingkan Kelompok I, II, III dan IV berdasarkan dengan jumlah pengalaman, terdapat perbedaan-perbedaan yang signifikan berdasarkan jender dan perbedaan signigfikan untuk Kelompok III (para guru sekolah dasar pra-jabatan). Kita menemukan bahwa para mahasiswa dalam Kelompok III dan mahasiswa perempuan kurang mempunyai pengalaman dalam matematika. Tidak terdapat perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam pengalaman untuk mahasisswa dalam Kelompok II (rangkaian kalkulus), atau untuk para mahasiswa yang mengulang program tersebut, atau untuk para mahasiswa yang mencari sertifikasi untuk mengajar matematika di sekolah menengah.
(4)   Hasil dalam tingkat kepentingan dan kemampuan untuk disukai
Pertanyaan 12 hingga 25 mencakup kepentingan dan kemampuan untuk disukai dari tujuh area matematika. Dalam tabel 7 dua respon positif untuk kepentingan dan kemampuan untuk disukai tersebut diberi label Positif dan dua respon negatif diberi label Negatif  (lihat Lampiran A untuk survei). Tujua pasang pertanyaan tersebut diberi rangkin pada respon positf dan negatifnya. Ketika mengujikan pertanyaan 12 hingga 25 dari survei beberapa trend yang konsisten menjadi kentara.
Pertama, jelas bahwa pada masing-masing dari tujuh area yang kebanyakan para mahasiswa meyakini bahwa matematika khusus dalam pertanyaan itu penting atau sangat penting. Dalam semua namun satu contoh kasus lebih dari 70% masuk ke dalam cara ini dan pada kasus ini masih terdapat 63% yang menjawab dengan cara ini. Tingkat ketidakpentingannya berkisar dari 3% untuk penggunaan diagram, table dan grafik hingga 19% untuk mengingat peraturan dan formula. Sebagaimana dilihat dari data di setiap instansi, kecuali yang konsen pada penggunaan kalkulator, terdapat satu penurunan yang subtansil dan terkadang sangat besar dari tingkat kepentingan hinggal tingkat kemungkinan untuk disukai—satu geseran dari keyakinan ke arah sikap.
Topik, dengan mengingat peraturan dan formula, bergeser ke ranking resendah diantara mereka yang merespon secara positif baik dengan bahwa subjek itu penting dan disukai. Hal ini terasa sebagai respon paling negatif diantara kelompok sebagaimana tingkat kepentingannya. Dengan mengingat peraturan dan formula tidaklah dilihat sebagai satu aktifitas yang penting oleh hampir sepertiga dari para mahasiswa dan tidaklah disukai oleh dua pertiga dari para mahasiswa. Hal ini merupakan satu area yang mana kita mempunyai respon yang ekstrim untuk kepentingan dan kemungkinan disukai yang dirasakan, namun juga satu respon netral yang besar untuk hal kemungkinan untuk disukai—kenyataannya, respon neutral tertinggi dari semua pertanyaan.
Pada tabel 7, dengan menggunakan diagram, grafik dan tabel nampak menjadi satu area matematika yang agak disukai dengna baik. Karena ini mendapatkan respon positif tertinggi kedua dan respon negatif terendah untuk tingkat kepentingannya. Meskipun terdapat lebih dari 1 dalam 7 tidak menyukai diagram, grafik dan tabel; hampir dua pertiga merespon secara baik pada pertanyaan yang disukai.
Respon untuk Pertanyaan 16 dan 17 menunjukkan bahwa mayoritas siswa yang signifikan merasa dapat memecahkan permasalahan kata sebagai satu penyeleasaian matematis yang penting, karena satu hal paling utama yakni hal yang paling tidak disukai (anathema). Lebih dari dua kali jumlahnya yang tidak menyukai topik ini dibandingkan dengan topik lainnya. Selain itu, pertanyaan ini merupakan item yang paling sedikit disukai dari seluruh item pertanyaan. Hal ini tidaklah mengejutkan namun ketika melihat dalam konteks dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kalkulator, kita dapat memmpunyai satu rute yang potensial untuk mengarah pada permasalahan ini. Selain itu, hal ini akan menawarkan satu perbedaan yang jelas antara keyakinan tentang matematika dan sikap terhadap satu area atau situasi dalam matematika.
Memecahkan pertanyaan dipandang sebagai hal yang sangat penting dan agak disukai oleh para mahasiswa. Hal ini telah menjadi satu aktifitas matematika yang prinsipil dari para mahasiswa karena program aljabar pertama dan oleh karena itu merupakan satu hal yang mereka telah kenal dengan baik dan merupakan satu kesan yang dapat diterapkan. Seringkali para mahasiswa mampu dan ingin bekerja pada permasalahan kata yang lebih sulit jika mereka bisa mendapatkan bantuan dalam menyusun persamaan—pengurangan atas familiarnya.
Menjawab pertanyaan merupakan topik yang dipandang sebagai aktifitas paling kurang penting oleh kelompok mahasiswa ini, dan tidak pula disukai. Dengan memikirkan penekanan bahwa para pengajar matematika telah menempatkan perkembangan dari keahliah penghitungan, hal ini bukanlah satu tanda penguatan. Hal ini juga telah ditunjukkan bahwa meskipun penghitungan ditekankan pada tingkat nasional, buku teks seringkali tidak melakukan satu tugas yang baik dalam hubungannya dengan situasi matematika ini. Para mahasiswa masih dapat diikatkan secara lebih dekat pada pemikiran bahwa semua matematika itu berharga dan bahwa setiap percobaan matematika seharunya menghasilkan satu hasil numerik tunggal.
Hanya setengah dari semua siswa mengindikasikan menyukai mengerjakan gambar geometrik dan hampir satu dari empat mahasiswa tidak menyukainya. Selain itu, tiga dari sepuluh tidak melihat tugas tersebut menjadi penting. Apakah geometri itu penting? Mengapa hal ini dilupakan di dalam kurikulum di semua tingkatan? Apakah pandangan tentang geometri yang berlaku yang dipegang oleh para mahasiswa tersebut dan banyak para guru yang merupakan pembuktian teorema yang diformulasikan? Apakah sikap tentang geometri ini benar-benar merupakan satu sikap tentang pembuktian teori? Akankah pada akhirnya sikap ini ditransfer pada pembuktian-pembuktian dalam dalam kalkulus atau aljabar? Dampak-dampak apa yang akan Standar NCTM miliki dalam peranannya geometri di dalam kurikulum? Hal ini merupakan hal yang perlu dipikirkan di masa mendatang.
Akhirnya satu kesepakatan yang besar diantara kepentingan dan kemungkinan untuk disukai nampak dalam Pertanyaan 24 dan 25—menggunakan kalkulator tangan. Hal ini jelas bahwa para mahasiswa, jika tidak semua guru dan jurusan matematika, mengenali pentingnya dan tertarik untuk menggunakan teknologi penghitungan dalam memecahkan permasalahan. Mungkin satu cara untuk mengarah para situasi yang menggemparkan yang diisyaratkan oleh item pemecahan permasalahan di atas (Pertanyaan 16 dan 17) adalah untuk membuat penggunaan kekuatan dan ketertarikan akan kalkulator dan komputer.

(5)   Hasil lainnya
Banyak orang mengulang satu program selama semester ini menunjukkan perbedaan-perbedaan yang tidak signifikan dalam pengalaman mereka dengan matematika. Lebih lagi disposisi mereka tidaklah berbeda secara signifikan dari mahasiswa yang pertama kali mengikuti program tersebut. Pada tabel 8 kita membandingkan pengalaman dan disposisi para mahasiswa yang mengambil program untuk pertama kalinya dengan mereka yang telah mengambil program tersebut sebelumnya.
Para mahasiswa yang mengambil program tersebut sebagai satu pilihan mempunyai satu disposisi yang lebih positif dibandingkan mereka yang mana program itu merupakan satu keharusan dari jurusan atau universitas. Dampak signifikan pada disposisi mahasiswa terhadap matematika agak berkaitan dengan ‘kebebasan pilihan’ dari mahasiswa dalam memilih program (lihat tabel 9).
Meskipun terdapat satu statistik F yang signifikan untuak berapa banyak jam yang satu orang gunakan dan status kelas apa yang seseorang miliki, proporsi variabilitas dalam disposisi yang dijelaskan oleh hal ini sangatlah kecil bahwa perbedaan yang signifikan nampak menjadi tidak penting-R2 hanya menjadi 0,01.

b.      Perbandingan dari survei awal dan lanjutan
(1)   Perubahan dalam disposisi berdasarkan rangkaian
Gambar 2 menunjukkan disposisi perubahan berdasarkan rangkaian program. Kita memisahkan program yang kita survei ke dalam empak kelompok: rangkaian Kalkulus, rangkaian Pelayaaanan, rangkaian Matematika untuk Para Guru Sekolah Dasar dan lainnya.
Para mahasiswa dalam program matematika untuk para guru sekolah dasar menunjukkan satu peningkatan yang dramatis dalam disposisi mereka. Kebanyakan dari program-program tersebut menjadi sangat baik dengan perubahan positif yang tinggi tidak seperti biasanya, sedangkan kalkulus semester kedua merupakan satu dari semua program dengan penurunan yang besar dalam disposisi positif terhadap matematika. Hal ini dapat dicirikan dalam satu perubahan sikap terhadap matematika bukan merupakan satu perubahan dalam keyakinan tentang matematika. Perubahan-perubahan ini terjadi selama program yang relatif pendek.
Satu bagian matematika untuk para guru sekolah dasar mempunyai perubahan positif terbesar dalam disposisi mereka, dengan satu perubahan yang hampir 14 poin. Rangkaian program ini, melibatkan 56 dari 182 mahasiswa yang menyelesaikan kedua survei tersebut, menunjukkan satu peningkatan senilai 9,3 poin. Para mahasiswa mengikuti program tersebut dengan satu disposisi mean senilai 79,69, jauh di bawah mean semua mahasiswa. Apakah para profesor membuat satu dampak positif pada mereka ketika mereka menyelesaikan program? Apakah isi program, metode pengajaran, atau beberapa faktor lain berkontribusi untuk mengubah disposisi mahasiswa? Perubahan ini mungkin ditandai dengan faktor emosional sebagaimana dideskripsikan oleh McLeod [5].
Para mahasiswa dalam rangkaian kalkulus mulai dengan satu disposisi yang relatif tinggi terhadap matematika dan disposisi mereka tidak berubah secara signifikan. Instrumen kita tidak dikembangkan untuk mendeteksi perubahan-perubahan kecil dalam disposisi. Hal terbaik yang dapat kita lakukan hanyalah menyatakan bahwa program tidak nampak membuat mereka tidak menyukai matematika.

(2)   Perubahan disposisi berdasarkan jender
Gambar 3 menunjukkan bahwa perempuan mempunyai perubahan positif yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat yang signifikan. Uji t untuk perbedaan-perbedaan ini menunjukkan p<0,0022.
Tabel 10 menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki dan perempuan dibagi berdasarkan perubahan dalam disposisi yang mereka tunjukkan. Sebagai contoh semua mereka yang mempunyai satu perubahan negatif 56,2% adalah laki-laki dan 43,8% perempuan. Meskipun, dari semuanya menunjukkan satu perubahan positif dalam disposisi hanyalah 13,6% adalah laki-laki dan 86,4% nya adalah perempuan.
Laki-laki lebih positif di survei awal dan mungkin tidak diharapkan untuk mendapatkan peningkatkan yang besar dalam disposisi seperti yang terjadi pada mahasiswa perempuan. Meski demikian tentunya masih terdapat lebih banyak urang untuk peningkatan dalam disposisi dari para mahasiswa perempuan, alasan yang paling mungkin untuk perubahan dramatis tersebut adalah perubaahan positif yang tinggi diantara para guru sekolah dasar pra-jabatan.

5.      Kesimpulan
Seluruh rangkaian data tersebut telah memvalidasi hasil yang dilaporkan sebelumnya dan mendukung beberapa dari hubungan yang kita harapkan telah ada, dan juga membuka beberapa hasil yang menarik lainnya. Sebagaimana sejumlah kajian telah laporkan [19], kita melihat bahwa laki-laki mengalami disposisi yang lebih baik dibandingkan dengan perempuan. Selain itu sebagaiman seseorang mungkin harapakna, jurusan Matemtaika mempunyai disposisi positif terhadap matematika, sedangkan jurusan Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Sosial mempunyai disposisi yang paling negatif. Kita agak terkejut bahwa para mahasiswa yang mengulangi program tidak mengalami disposisi yang menyimpang secara signifikan dari mereka yang mengambil program tersebut untuk pertama kalinya. Hasil ini dapat memberikan beberapa dukungan tidak langsung untuk hasil lainnya yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kecil ataupun tidak ada korelasi diantara disposisi terhadap matematika dan perform atau nilai dalam matematika [20, 21].
Selagi kita menemukan tidak adanya perbedaan-perbedaan yang signifikan di dalam disposisi diantara para mahasiswa dengan tingkatan yang beragam dari pengalaman sebelumnya dalam matematika, paling tidak satu kajian lainnya [22] telah melaporkan bahwa matematika cenderung untuk kehilangan ketertarikannya dengan kajian lebih lanjut. Hasil kita menunjukkan bahwa kehilangan akan ketertarikan ini seperti tidak terjadi selama program satu semester ini. Perubahan dalam disposisi yang kita temukan nampak lebih dekat dikaitkan dengan jurusan akademik para mahasiswa dan penurunan yang ada nampak tidak signifikan secara statistik dan mungkin hanya menggambarkan satu regresi sedikit terhadap mean.
Secara singkat, disposisi terhadap matematika cenderung menjadi lebih positif selama satu semester, dengan peningkatan terbesar ditemukan pada guru sekolah dasar pra-jabatan. Hal ini merupakan satu hasil yang menguatkan—untuk kita tentunya berharap bahwa para guru sekolah kita akan mendapatkan disposisi yang lebih positif tentang matematika dan pada akhirnya berdampak pada beberapa entusiasme mereka untuk para siswa mereka. Selama program satu semester, kita mungkin dapat membuat satu perubahan dalam sikap tentang matematika dan sikap tentang diri. Hal ini akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan perubahan dan keyakinan.